Jakarta, RadarNusaNews.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara tegas mendesak agar lembaga antirasuah diberikan kewenangan khusus dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang tengah dibahas di DPR RI.
Dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2025), Ketua KPK Setyo Budianto memaparkan serangkaian usulan krusial. Menurutnya, penguatan pemberantasan korupsi hanya bisa maksimal bila KPK benar-benar independen, khususnya dari supervisi Kepolisian RI.
“Penyelidik dan Penyidik KPK tidak perlu dikoordinasi, diawasi, dan diberi petunjuk oleh penyidik Polri,” tegas Setyo di hadapan para anggota dewan.
Tolak Keterikatan dengan Polri
Setyo menekankan, KPK meminta agar dalam penghentian penyidikan mereka tidak lagi diwajibkan melibatkan penyidik Polri. Bahkan untuk urusan teknis seperti penggeledahan, KPK ingin dibebaskan dari aturan yang mengharuskan pendampingan penyidik dari daerah hukum setempat.
“Penggeledahan yang didampingi oleh penyidik dari daerah hukum tempat penggeledahan tidak berlaku bagi Penyidik KPK,” ujarnya.
Minta Penyadapan Sejak Penyelidikan
Selain independensi, KPK juga menyoroti senjata utamanya, yakni penyadapan. Setyo meminta agar penyadapan bisa dilakukan sejak tahap penyelidikan, bukan hanya ketika penyidikan.
“Kami berharap diakomodirnya penyadapan di tahap penyelidikan untuk penanganan tindak pidana korupsi sebagai lex specialis,” jelasnya.
Cegah Penyalahgunaan Praperadilan
KPK turut menyoroti celah hukum yang kerap dimanfaatkan tersangka korupsi untuk mengulur waktu melalui praperadilan. Karena itu, mereka meminta agar RKUHAP menegaskan proses praperadilan tidak boleh menghalangi jalannya sidang pokok perkara.
“Ini untuk mencegah tersangka tindak pidana korupsi menjadikan praperadilan sebagai alat menunda sidang,” tegas Setyo.
Usulan KPK ini memicu perdebatan di DPR. Jika dikabulkan, lembaga antirasuah akan memiliki kewenangan yang jauh lebih besar dan benar-benar independen dari Polri. ( Red )