Seram Bagian Barat | RadarNusaNews.Com –
Kasus pemukulan terhadap seorang sopir mobil oleh pegawai ASDP di Pelabuhan Waipirit-Hunimua menjadi tamparan keras bagi wajah pelayanan publik di Kabupaten Seram Bagian Barat. Peristiwa memalukan ini bukan hanya soal emosi sesaat, tetapi potret nyata betapa masih lemahnya integritas dan profesionalisme aparatur pelayanan di lapangan.
Insiden bermula saat seorang sopir yang telah lama mengantre hendak masuk ke kapal penyeberangan merasa diperlakukan tidak adil. Petugas ASDP diduga malah memberi jalan bagi kendaraan dari belakang, sementara antrean depan diabaikan. Ketegangan pun tak terhindarkan—dan berujung pada aksi pemukulan oleh oknum pegawai ASDP terhadap sopir tersebut.
Perilaku arogan dan tak beretika ini sontak memicu kemarahan warga dan pengguna jasa pelabuhan. Mereka menilai tindakan tersebut sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang sekaligus bukti bahwa pelayanan publik di daerah masih jauh dari kata layak.
“Ini bukan sekadar persoalan emosi, tapi bentuk ketidakadilan yang dilakukan oleh aparat pelayanan negara. Mereka seharusnya jadi contoh, bukan sumber masalah,” ujar salah seorang warga yang menyaksikan kejadian itu dengan nada kecewa.
Pegawai ASDP sejatinya adalah wajah pelayanan negara di garis depan. Setiap tindakan, ucapan, dan keputusan mereka mencerminkan bagaimana negara memperlakukan warganya. Ketika pegawai bertindak semena-mena, masyarakat tidak hanya menilai individu, tapi juga institusi secara keseluruhan.
Akibatnya, kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah kembali merosot.
Insiden ini menegaskan bahwa etika pelayanan publik masih menjadi PR besar di Kabupaten Seram Bagian Barat. Pemerintah daerah bersama manajemen ASDP harus segera melakukan evaluasi menyeluruh—mulai dari pembinaan karakter, pelatihan pelayanan berbasis etika, hingga penegakan disiplin yang tegas tanpa pandang bulu.
Selain itu, perlu ada saluran pengaduan masyarakat yang cepat dan responsif agar kasus serupa tidak kembali terjadi. Penanganan terbuka dan transparan menjadi kunci agar publik kembali percaya bahwa negara berpihak pada keadilan, bukan pada arogansi.
Kasus pemukulan ini bukan hanya kesalahan individu, melainkan refleksi dari bobroknya sistem pengawasan dan lemahnya budaya pelayanan publik. Sudah saatnya pemerintah daerah berani melakukan reformasi nyata — bukan sekadar menunggu kasus viral baru bertindak.
Pelayanan publik sejatinya harus menciptakan rasa adil, aman, dan nyaman bagi masyarakat. Bukan justru menimbulkan ketakutan dan ketidakpercayaan. ( Redaksi )





